Penyebaran Agama Budha Di India dan Luar India
I.
PENDAHULUAN
Dalam abad ke-4 Masehi, mulailah cahaya bersinar kembali dalam
sejarah India dengan timbulnya suatu kerajaan baru, yaitu kerajaan Gupta,
kerajaan ini menghampiri kemahsyuran kerajaan Maurya di zaman Chandragupta dan
Ashoka Maurya. Seorang raja dari daerah kecil dekat petaliputra kawin dengan
pitri kumara-Devi dari bangsa Lichavi, namun bangsa yang sudah disbut di zaman
permulaan agama Budha. Dengan perkawinannya ia mewarisi daerah-daerah baru,
sehingga ia menguasai seluruh lembah Gangga. Raja itu mengambil nama
Chandragupta 1, nama yang sudah masyhur di zaman purbakala, ia memerintah dari
tahun 320-330 dan diganti oleh putranya Samudragupta yang memerintah antara
tahun 330-375.[1]
Pada tahun-tahun terakhir abad ke-4 sebelum Masehi, Chandragupta
Maurya telah meletakan dasar-dasar dan menghimpun suatu kekutan dari suatu
Negara yang membentang kira-kira dari Afganistan ke
Mysore. Beberapa daerah yang pada waktu sekarang berada diluar India dan
Pakistan juga menjadi bagian dari kemaharajaan di bawah Chandragupta.
Putra Chandagupta, Bindusari,melanjutkan kemaharajaan
ayahnya dan boleh jadi memperluasnya ke selatan. Kira-kira tahun 274 sM, putra
Bindusari yaitu Asoka menggantikan memimpin kemaharajaan yang telah dibangun
oleh kakeknya dan ayahnya dengan bantuan seorang ahli pemerintahan kautilya
Chanakaya.[2]
Pada saat Asoka inilah pnyebaran agama Budha kseluruh penjuru Dunia dilakukan,
raja Asoka sangat berjasa dalam perkembangan sejarah penyebaran agama Budha di
beberapa belahan Dunia.
A.
Masa Kekuasaan Raja Asoka
Raja
Asoka melakukan reformasi dilingkungan kerajaan yang didasarkan pada
nilai-nilai kemanusiaan (humanity). Dalam perluasan wilayah, cara-cara tradisional
berdasrkan perang kemudian ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru
berdasarkan Dharma. Di bawah pemerintahannya raja Asoka lah agama Budha yang
pada awalnya hanya dikenal disekitar daerah kelahirannya. Telah meluas dan
berkembang dengan cepat ke seluruh wilayah kerajaan. Bahkan lebih jauh daripada
itu, agama Budha diperkenalkan ke Negara-negara diluar wilayah kerajaan Maurya.[3]
B.
Kemunduran Budhisme di India
Suku
Yanda atau Xiong Nu bergerak dari Amu Mneuju keselatan. Mereka menguasai India
Barat laut dan mendirikan kerajaan disana sekitar abad ke-5 yakni pada periode
terakhir dinasti Gupta. Agama Budha di Barat laut mengalami kemunduran besar.
Karena penyerbuan asing yang terus menerus dan keruntuhan dinasti Gupta secara
keseluruhan, India tenggelam ke dalam keadaan terpecah belah kemudian seorang
raja dari India timur menyerbu India Tengah. Agama Budha disana kembali
mendapat pukulan berat. Belakangan raja Maukharis, Siladitya, mengalahkan
musuhnya dan mempersatukan India Tengah. Lambat laun agama Budha hidup kembali.
Akan tetapi setelah Siladitya meninggal, India Tengah sekali tenggelam ke dalam
keadaan yang kacau balau. Kerajaan-kerajaan di berbagai tempat pada masa itu
memeluk aliran Brahmana. Agama BUdha pun lambat laun menyusut da mundur. Hanya
kerajaan Pala di daerah Timur yang masih memeluk agama Budha.[4]
II.
Agama Budha Di China
Untk dapat memahami sejarah perkembangan agama BUdha di China,
sebaiknya mengetahui dahulu tentang gambaran meneyluruh tentang sejarah negeri
ini. Penduduk Cina berkembang dengan menakjubkan. Pada abad pertama sebelum
Masehi, penduduk negeri ini sudah diperkirakan berjumlah 50 juta. Kemudian pada
sekitar tahun 1200 jumlah penduduk Cina diperkirakan berjumlah 100 juta,
kemudian menurun menjadi 65 juta pada tahun 1368 yanitu tahun berakhirnya
dinasti Mongol. Penduduk Cina terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang
berlainan. Suku yang utama aalah bagsa Han yang mengembangkan dasar-dasar
kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202 sM-220).[5]
Sosial Religi di China sebelum Budha Datang
Sepanjang sejarah Cina memeberikan gambaran bahwa agama tidak
memegang peranan penting Filsafat etika (moral) dari Kong Hu Chu atau Confusius
(551-479 sM) yang mengajrkan “jen” sebagai asas kesatuan telah dilengkapi
dengan konsep “yi” atau kebenaran oleh Mencius (372-289 sM) yang kemudian
pandangan tersebut disempurnakan oleh Hun Tzu (306-212 sM). Dalin pandangan
etika moral yang terkenal kita juga mengenal pandangan lain yang mendasrakan
pda kehidupan kerohanian (bertapa) dari Lao Tzu (575-485 sM) dan Chuang Tzu
(369-286 sM) yang disebut “Teo Te Ching”.
Keruntuhan dinasti Han pada awal abad ke-3 Masehi telah membuat
kemaharajaan Cina mengalami kemunduran dalam beberapa abad. Ajaran KongHuchu
pun memudar dan pada masa ini agam Budha mulai memperoleh perhatian masyarakat
Cina, sementara ajaran tao mulai bangkit kembali.[6]
Awal perkembangan agama Budha
Agama Budha berkembang ke Cina sekitar abad ke-2 sM melalui Asia
Tengah serta mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M).
sejak dinasti Han pengaruh agama Budha mulai menjadi perhatian dan persoalan.
Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya li-hou-lun (Menangkis
Kekeliruan) sebagai apologia agama Budha.
Pada tahun 147 M seorang Bhiku ari Asia Tengah yang bernama
Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad
ke-2-4 banyak Bhiksu dari Asia yang datang ke Cina untuk menyalin berbagai
Sutra dan sastra ke dalam bahasa Cina.
Pada tahun 399 M seorang bhiku Cina yang bernama Fa-Hien bersama
rombongannya terdiri dari 10 orang, melawat ke India untuk mempelajari agama
Budha. Pada tahun413 M. ia pulang melalui jaln laut kemudian singgah di Sumatra
dan jawa. Ia giat menyalin berbai Sutra. Catatannya mengenai Budha terkenal
hingga kini.[7]
Aliran-aliran Agama Budha yang Terdapat di China
Aliran-aliran agama Budha yang berkembang di Cina secara garis
besar terbagi ke dalam dua pokok paham, yaitu (1) aliran-aliran dari paham Atta
dan (2) aliran-aliran dari paham Anatta.
a)
Aliran Theravada
Aliran
yang mula-mula berkembang di Cina dalah aliran dari pihak mazhab Theravada,
terbagi kepada tiga aliran:
a.
Cheng-Shih (di
India dinamkan aliran Saut. Antika), yang berpendirian bahwa dharma dan
kehidupan itu hanya maya realitas.
b.
Chu- She (di
India dinamakan Vaibasika), berpendirian bahwa dharma dan kehidupan itu
mempunyai realitas.
c.
Lu, yaitu aliran
yang mempertahankan tata tertib yang ketat bagi kehidupan Sangha, berdasarkan
Vinaya Pitaka.
Ketiga
aliran di at situ tidak berumur lama karena pada masa belakangan kalah dari
aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana dan
Mazhab itu akhirnya mengalahkan sama sekali pengaruh mazhab Theravada
dari bumi Cina.
Di dalam
lingkungan mazhab Mahayana di Cina berkembang tujuh aliran terbesar, yaitu:
a.
Aliran San-lun
Sun-lun
bermakna: tiga Sutra, aliran ini berdasrkan tiga karya yang disalin Kumarajiva
kedalam bahasa Cina. Dua buah dari padanya adalah karya Nagarjuna dan muridnya
Deva.
b.
Aliran Wei-shih
Wei-Shih
bermakna: hanya kesadran. Aliran ini di India dikenal dengan Vijnanavada yang
dibangun oleh Asanga. Sebelum buah
tangan Asanga disalin kedalam bahasa Cina agama ini dikenal dengan sebutan
She-lun.
c.
Aliran Tien-tai
Aliran
ini mendapat kedudukan penting dalm filsafat Cina. Dijepang aliran ini disebut
degan aliran Nichiren.
d.
Aliran HUa-Yan
Hua-yen
bermakna kalung bunga. Aliran ini berdasrkan Avatamsaka-Sutra sebuah karya dari
India Utara, mengemukakan ajaran Shakyamuni dalam kedudukannya sebagai
penjelmaan Budha Vairochana.
e.
Aliran Chan
Aliran
Chan di India dikenal dengan sebutan Dyana dan di Jepang disebut Zen. Aliran
Chan bersifat mistik.
f.
Aliran Ching-tu
Aliran
ini biasa juga disebut Sukhavait, didasarkan pada Sukhavait-Vyusha-Sutra.
g.
Aliran Chen-yen
Chen-yen
bermakna kata yang benar, aliran ini berpendirian bahwa alam semesta itu berisikan
tiga misteri, yaitu: pikiran, bicara, buatan. Tiga misteri itu menyimpan
kodrat-kodrat yang bersifat magis.
Diantara ketujuh aliran tersebut hanya empat yang paling
berpengaruh dan merupakan inti dari agama Budha di Cina. Keempat aliran itu
adalah Tien-tai, dan Hua-yen, Chan dan Ching-tu. Dalam lingkungan agama Budha
di Cina itu ada pameo berbunyi: “Tien-tai dan Hua-yen untuk doktrin, Chan dan
Ching-tu untuk kebaktian”.[8]
Kemunduran Agama Budha Di Cina
Pada tahun 845 agama Budha di Cina mengalami cobaan berat. Kaisar
Wu Zong yang berkuasa mengeluarkan perintah untuk menghabisi agama Budha dengan
pertimbangan ekonomi. Lebih dari 4.600 vihara dan 40.000 biara di wilayah
kerajaan dihancurkan, dan lebih dari 260.500 bhiksu-bhiksuni dipaksa kembali ke
kehidupan rumah tangga sementara lebih dari 150.000 dipaksa menjadi pekerja
kerajaan. Demikian pula tidak dapat dibayangkan banyaknya karya-karya sutra dan
sastra yang ditulis selama 6 dinasti ikut terbakar dan hancur.[9]
Penutup
Ajaran agama budha mempunyai pengaruh yang kuat dalm kebudayaan
Cina. Ajaran Mahayan membawa terhadap seni patung dan lukis di negeri ini.
Agama Budha jugabmenambah perendaharaan bahsa Cina serta menambah wawasan
pandangan/pemikiran bangsa Cina. Keberadaan ajaran Konghuchu dan Tao tidak
cukup kuat untuk menahan cendekia-cendekia Cina untuk pergi ke India
mempelajari pandanga-pandangan baru. Pada menjelang akhir abad ke-8 kebudayaan
Cina berkembang kearah sebaliknya. Ketimpangan kehidupan kerajaan dan biara
menjadi alas an bagi penguasa untuk mengesampingkan agama Budha dan
mengembalikan pandangan asli yang berdasarkan ajaran Konghucha dan Tao.
Beberapa waktu kemudian kedua ajaran Cina mengalami zaman kebangkitan kembali
pada abad ke-10.
Agama Budha Di Korea
Pendahuluan
Negeri Korea mulai mengenal agama Bidah pada awal abad ke-4 M. pada
masa itu semenanjung Korea terbagi dalam tiga wilayah, masing-masing Koguryu
(di Utara), Pakche (barat daya), dan Silla (Tenggara). Sejarah agama Budha
ditiga wilayah tersebut tidaklah sama.
Sejarah awal perkembangan agama Budha di Korea
Agama Budha untuk pertama kali dibawa ke Koguryu oleh seorang
bhiksu bangsa Cina pada tahun 372. Dua belas tahun kemudian agama Budha baru
tiba di Pakche dan diperkenalkan oleh bhiksu Marananda dari Asia Tengah.
Sedangkan Silla adalah wilayah yang terakhir yang mengenal agama Budha, yakni
sekitar 30 tahun setelah agama Budha diperkenalkna di Koguryu.
Peranan Korea dalam sejarah agama Budha terletak pada kedudukannya
sebagai jembatan penyebrangan agama Budha dari Cina ke Jepang. Meskipun agama
Budha disemenanjung Korea diterima oleh raja-raja setempat , namun sejarah
tidak mencatat kemajuan dari ajaran agama Budha.[10]
Zaman keemasan agama Budha di korea terjadi pada masa pemerintahan
dinasti Wang (abad ke-11). Sebelum itu agama Budha banyak terpengaruh oleh
dinasti Silla dan banyak bhiksu-bhiksu yang belajar ke Cina.[11]
Kemunduran Agama Budha Di Korea
Ketika kekuasaan dinsti Wang atas semenanjung Korea diambil alih
oleh dinasti yuan dari kmeaharajaan Mongol, maka agama Budha di korea banyak
dipengaruhi oleh lamaisme (Tibet). Setelah dinasti Yuan dikalahkan oleh dinsti
Rhee dari Choseen, Korea, maka dinasti ini menerima ajaran Konghuchu dan
membenamkan agama Budha, meski terdapat pergantian penguasa di semenanjung
Korea, agama Budha tetap bertahan kerana telah merakyat. Agama Budha di Korea
pada zaman modern di Korea, sesungguhnya adalah agama Budha zen dengan tetap
mempercayai Budha Amithaba dan Bhodisatwa Maitreya.
Kebangkitan Agama Budha di Korea
Dengan runtuhnya Dinasti
Yi, Korea berada di bawah kendali Jepang. Orang Jepang yang datang ke Korea
memperkenalkan bentuk mereka sendiri tentang Buddhisme, Dari periode ini dan seterusnya, ada kebangkitan agama Buddha di Korea.
Banyak umat Buddha di Korea sejak itu aktif terlibat dalam mempromosikan
kegiatan pendidikan dan misionaris. Mereka telah mendirikan universitas,
mendirikan sekolah-sekolah di berbagai belahan Korea dan mendirikan kelompok
dan organisasi pemuda awam. Teks Buddhis, asal dalam terjemahan bahasa China,
sekarang sedang diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Korea modern. Biara-biara
baru sedang dibangun dan yang lama diperbaiki. Hari ini, Buddhisme lagi
memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat.[12]
Agama Budha di Thailand
agama Buddha masuk ke Thailand sekitar abad
ke-3 S.M. ketika Raja Asoka mengirimkan dua orang Bhikku ke sana yang diterima
oleh suku Mosn yang mendiami kota Burma dan Thailand. Sampai abad ke-7 corak agama budha itu masih
berkembang di Thailand yang dipengaruhi oleh aliran Theravada, kemudian pada
abad ke-8 yang awalnya dari aliran Theravada menjadi aliran Mahayana, Terutama
yang berasal dari kerajaan Sriwijaya, mulai kelihatan bersamaan dengan masuknya
unsure-unsur agama Hindu di Thailand Timur.
Pada permulaan abad ke-13, terjadi penyebaran
agama Buddha yang kedua kalinya, dimana perkembangan yang kedua ini masuk ke
wilayah Burma,Thailand,Kamboja dan Tibet.[13]
Raja-raja Thailand
itu menggunakan gelar “Rama” dan memberikan perhatian yang besar terhadap
perkembangan agama Budha, lebih dari itu, hubungan antara raja dengan sangha
juga sangat baik.Dimana Raja sebagai pengawas dan pelindung dari sangha.pada
masa raja Rama I, Kitab Tripitaka
berhasil dituliskan pada daun palma. Ia mengumumkan kepada rakyat Thailand agar membersihkan sangha dari anggota-anggota
yang tidak berguna, memurnikan praktek kewiharaan dan meningkatkan studi dan
meditasi, dirintisnya pula tradisi bagi raja-raja Thailand untuk menjadi
anggota sangha beberapa lama sebelum menjadi raja Rama ke-IV, yang tersebut
Mongkrut, terkenal dalam pembaharuan pemikiran keagamaan. Ia mengadakan
reformasi dan penafsiran kembali ide-ide Buddha menurut pemikiran Barat yang berkembang pada waktu itu. Salah satu usaha
pembaharuannya adalah membentuk aliran sangha yang dikenal dengan Dharmayutika
yang menekankan bahwa ajaran agama Buddha tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Sebagai
mantan bhikku, ia berhasil meningkatkan kehidupan sangha telah kehilangan
gairah dan membersihkannya dari unsur-unsur yang bertentangan dengan ideasli
agama Buddha.[14]
Agama Budha di Jepang
Perkembangan awal agama Budha di Jepang
Agama Budha di Jepang diperkenalkan melalui Kudara di Pakche, salah
satu kerajaan di Korea pada tahun 522 dan oleh penguasa politik pada masa itu
dimaksudkan sebagai perlindungan bagi
Negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Untuk memahami
agama Budha di Jepang maka dikelompokan tiga periode:
1.
Periode kedatangan abad ke 6-7, mencakup periode asuka dan nara
2.
Peroide nasionalisasi abad 9-14, mencakup periode Heian dan
Kamakura
3.
Periode lanjutan abad 15-20, mencakup periode Muromachi. Momoyama
dan Edo serta jaman modern.
Pada
periode kedatangan, manifestasi agama Budha adalah penyesuaian terhadap
kepercayaan asli bangsa Jepang yakni agama Shinto para bhiksu harus dapat
melaksanakan upacara keagamaan bersama dengan upacara pemujaan nenek moyang.
Secara bertahap agama Budha mampu bertahan dan berekmbang di antara rakyat
banyak tanpa menyisihkan agama Shinto. Beberapa penguasa di jepang seperti
pangeran shotoku dapat menerima agama Budha,
ia banyak berperan dalam agama Budha diantaranya mendirikana vihara
Horyuji dan menulis banyak komentar tentang ketiga kitab agama Budha.
Dimasa kekuasaan
dinasti Heian pada yahun (794-1185 M.) muncul usaha-usaha untuk memadukan
kepercayaan dan tradisi Jepang dengan
agama Buddha, antaralain melalui ajaran Saicho dan kukai. Yang pertama, yaitu
Saichoyang kemudian terkenal dengan sebutan Dengyo Daishi, mengajarkan bahwa
sebenarnya dewa-dewa agama Buddha adalah sama dengan dewa-dewa dalam agama
Shinto, yang disebut Kammi, sementara Kukai, yang selanjutnya terkenal
dengan sebutan Kobo Daishi, yang mengajarkan bahwa dewa tertinngi dalam agama
Shinto adalah sama dengan dewa tertinngi dalam agama Buddha sehinnga tidak ada
perbedaan antara pemujaan terhadap Buddha dengan pemujaan terhadap agama
Shinto.[15]
Terdapat beberapa aliran di jepang
diantaranya:
Aliran Zen
Aliran
Ch’an atau Zen masuk ke Jepang kira-kira tahun 1200, ada yang mengatakan
kira-kira abad ke-6 M. aliran ini mempunyai jalur asal muasal dari ajaran
Boddhidarma di Cina, Aliran ini terbagi menjadi dua golongan besar yaitu: Soto
Zen, dengan tokohnya yang bernama Dogen( (19 January 1200 - 22 September
1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah
lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China.[16]
Aliran amida
Aliran ini (Amida atau Tanah Suci)
mengengemukakan suatu ajaran keselamatan yang dalam istilah-istilah sederna,
yaitu: percaya kepada Buddha secara mutlak. dan dengan menyebut Amida orang
akan memperoleh keselamatan. Aliran ini mendapat banyak pengikut di kalanagan petani
dan menjadi agama messianic pada saat terjadi kemelut social.Dan objek pemujaan
aliran ini adalah patung Amida Buddha, yang dilengkapi dengan patung bodhisatwa
Kwan On yang melambangkan kemurahan dan pating Daiseishi sebagai lambing
lambing kebijaksanaan.[17]
Aliran Nichiren Sozu
Sekte
ini lahir di Jepang oleh pendirinya Nichiren Sozu Daishonin pada tahun
(1222-1282) yang asal mulanya dari sekte Tendai (Jep.)(T’ien-t’ai). Beliau anak
dari keluarga nelayan yang miskin, tinggal di desa kecil yang bernama Kominato,
Tojo daerah Nagasa propinsi Awa (prefecture Chiba Modern), Ia dilahirkan pada
tanggal 16 Februari 1222. Dia menjadi murid Dozenbo (12 mei 1233) di kuil
koyosu-mi-dera yang terletak di atas Gunung Kiyosumi.
Ajarannya Nichiren Sozu ini bertujuan mengembalikan
agama Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikannya dasar bagi
perbaikan masyarakat Jepang, dan menolak
ritualisme dan simentalisme aliran Tanah Suci, melawan semua kesalahan,
agresif, patriotis tetapi eksklusif.
Selain ketiga aliran besar di atas, pada abad
ke-14 muncul aliran keagamaan yang bercorak Shinto yang di padukan dengan agama
Buddha dan Konfusianisme dengan nama Yosidha Shinto. Menurut aliran ini, agama
Buddha dapat di anggap sebagai bunga dan buah dari semua dharma di ala mini,
Konfusianisme sebagai cabang rantingnya, dan agama Shinto sebagai akar dan
batangnya.[18]
Daftar Pustaka
Ebook Buddhism in east Asia
“MATERI KULIAH SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDHA”. CV. Dewi Kayana
Abadi- Jakarta. 2003.
Mukt, Ali Agama-agama di dunia, (Yogyakarta :IAIN Sunan Kalijaga
Press, 1988
Suwarto, Buddha Darma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995)
[3] 34-35
[4] Mr.zhao Pu Chu “Tanya Jawab Mengenai Agama Budha” (pustaka kayanika
ke-124- maret-2007) h. 146-147
[6] Ibid 71
[7] Ibid 74
[8] Ibid 75-84
[9] Ibid 85
[10] ”materi kuliah perekembangan sejarah agama Budha” (CV. Dewi Kayana
Abadi- Jakarta- 2003) h. 105
[11] Ibid 105-106
[12]Ebook Buddhism in east Asia
[13] Mukti Ali, Agama di dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Prres,
1988), h.139-140
[14] Mukti Ali ibid 140
[15] Mukti Ali, Agama di dunia,
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h.142
[16] Suwarto, Buddha Darma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), h.520
[17] Suwarto ibid 520
[18] Ali Mukti, Agama-agama di dunia, (Yogyakarta :IAIN Sunan Kalijaga
Press, 1988), h140-142
1 komentar:
How to get a free no deposit casino site - ChoEgoCasino
As a sign up bonus you get 메리트카지노 a free £20 free no deposit, plus a £20 free no deposit 바카라사이트 match. This is one of the 카지노사이트 few sites that let you play casino games without any
Posting Komentar