Kamis, 06 Juni 2013

penyebaran agama Buddha di india dan luar india


Penyebaran Agama Budha Di India dan Luar India

I.       PENDAHULUAN
Dalam abad ke-4 Masehi, mulailah cahaya bersinar kembali dalam sejarah India dengan timbulnya suatu kerajaan baru, yaitu kerajaan Gupta, kerajaan ini menghampiri kemahsyuran kerajaan Maurya di zaman Chandragupta dan Ashoka Maurya. Seorang raja dari daerah kecil dekat petaliputra kawin dengan pitri kumara-Devi dari bangsa Lichavi, namun bangsa yang sudah disbut di zaman permulaan agama Budha. Dengan perkawinannya ia mewarisi daerah-daerah baru, sehingga ia menguasai seluruh lembah Gangga. Raja itu mengambil nama Chandragupta 1, nama yang sudah masyhur di zaman purbakala, ia memerintah dari tahun 320-330 dan diganti oleh putranya Samudragupta yang memerintah antara tahun 330-375.[1]
Pada tahun-tahun terakhir abad ke-4 sebelum Masehi, Chandragupta Maurya telah meletakan dasar-dasar dan menghimpun suatu kekutan dari suatu Negara yang membentang kira-kira dari Afganistan ke Mysore. Beberapa daerah yang pada waktu sekarang berada diluar India dan Pakistan juga menjadi bagian dari kemaharajaan di bawah Chandragupta.
Putra Chandagupta, Bindusari,melanjutkan kemaharajaan ayahnya dan boleh jadi memperluasnya ke selatan. Kira-kira tahun 274 sM, putra Bindusari yaitu Asoka menggantikan memimpin kemaharajaan yang telah dibangun oleh kakeknya dan ayahnya dengan bantuan seorang ahli pemerintahan kautilya Chanakaya.[2] Pada saat Asoka inilah pnyebaran agama Budha kseluruh penjuru Dunia dilakukan, raja Asoka sangat berjasa dalam perkembangan sejarah penyebaran agama Budha di beberapa belahan Dunia.
A.    Masa Kekuasaan Raja Asoka
Raja Asoka melakukan reformasi dilingkungan kerajaan yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan (humanity). Dalam perluasan wilayah, cara-cara tradisional berdasrkan perang kemudian ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru berdasarkan Dharma. Di bawah pemerintahannya raja Asoka lah agama Budha yang pada awalnya hanya dikenal disekitar daerah kelahirannya. Telah meluas dan berkembang dengan cepat ke seluruh wilayah kerajaan. Bahkan lebih jauh daripada itu, agama Budha diperkenalkan ke Negara-negara diluar wilayah kerajaan Maurya.[3]
B.     Kemunduran Budhisme di India
Suku Yanda atau Xiong Nu bergerak dari Amu Mneuju keselatan. Mereka menguasai India Barat laut dan mendirikan kerajaan disana sekitar abad ke-5 yakni pada periode terakhir dinasti Gupta. Agama Budha di Barat laut mengalami kemunduran besar. Karena penyerbuan asing yang terus menerus dan keruntuhan dinasti Gupta secara keseluruhan, India tenggelam ke dalam keadaan terpecah belah kemudian seorang raja dari India timur menyerbu India Tengah. Agama Budha disana kembali mendapat pukulan berat. Belakangan raja Maukharis, Siladitya, mengalahkan musuhnya dan mempersatukan India Tengah. Lambat laun agama Budha hidup kembali. Akan tetapi setelah Siladitya meninggal, India Tengah sekali tenggelam ke dalam keadaan yang kacau balau. Kerajaan-kerajaan di berbagai tempat pada masa itu memeluk aliran Brahmana. Agama BUdha pun lambat laun menyusut da mundur. Hanya kerajaan Pala di daerah Timur yang masih memeluk agama Budha.[4]
II.    Agama Budha Di China
Untk dapat memahami sejarah perkembangan agama BUdha di China, sebaiknya mengetahui dahulu tentang gambaran meneyluruh tentang sejarah negeri ini. Penduduk Cina berkembang dengan menakjubkan. Pada abad pertama sebelum Masehi, penduduk negeri ini sudah diperkirakan berjumlah 50 juta. Kemudian pada sekitar tahun 1200 jumlah penduduk Cina diperkirakan berjumlah 100 juta, kemudian menurun menjadi 65 juta pada tahun 1368 yanitu tahun berakhirnya dinasti Mongol. Penduduk Cina terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku yang utama aalah bagsa Han yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202 sM-220).[5]
Sosial Religi di China sebelum Budha Datang
Sepanjang sejarah Cina memeberikan gambaran bahwa agama tidak memegang peranan penting Filsafat etika (moral) dari Kong Hu Chu atau Confusius (551-479 sM) yang mengajrkan “jen” sebagai asas kesatuan telah dilengkapi dengan konsep “yi” atau kebenaran oleh Mencius (372-289 sM) yang kemudian pandangan tersebut disempurnakan oleh Hun Tzu (306-212 sM). Dalin pandangan etika moral yang terkenal kita juga mengenal pandangan lain yang mendasrakan pda kehidupan kerohanian (bertapa) dari Lao Tzu (575-485 sM) dan Chuang Tzu (369-286 sM) yang disebut “Teo Te Ching”.
Keruntuhan dinasti Han pada awal abad ke-3 Masehi telah membuat kemaharajaan Cina mengalami kemunduran dalam beberapa abad. Ajaran KongHuchu pun memudar dan pada masa ini agam Budha mulai memperoleh perhatian masyarakat Cina, sementara ajaran tao mulai bangkit kembali.[6]
Awal perkembangan agama Budha
Agama Budha berkembang ke Cina sekitar abad ke-2 sM melalui Asia Tengah serta mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). sejak dinasti Han pengaruh agama Budha mulai menjadi perhatian dan persoalan. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya li-hou-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia agama Budha.
Pada tahun 147 M seorang Bhiku ari Asia Tengah yang bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2-4 banyak Bhiksu dari Asia yang datang ke Cina untuk menyalin berbagai Sutra dan sastra ke dalam bahasa Cina.
Pada tahun 399 M seorang bhiku Cina yang bernama Fa-Hien bersama rombongannya terdiri dari 10 orang, melawat ke India untuk mempelajari agama Budha. Pada tahun413 M. ia pulang melalui jaln laut kemudian singgah di Sumatra dan jawa. Ia giat menyalin berbai Sutra. Catatannya mengenai Budha terkenal hingga kini.[7]
Aliran-aliran Agama Budha yang Terdapat di China
Aliran-aliran agama Budha yang berkembang di Cina secara garis besar terbagi ke dalam dua pokok paham, yaitu (1) aliran-aliran dari paham Atta dan (2) aliran-aliran dari paham Anatta.
a)      Aliran Theravada
Aliran yang mula-mula berkembang di Cina dalah aliran dari pihak mazhab Theravada, terbagi kepada tiga aliran:
a.       Cheng-Shih (di India dinamkan aliran Saut. Antika), yang berpendirian bahwa dharma dan kehidupan itu hanya maya realitas.
b.      Chu- She (di India dinamakan Vaibasika), berpendirian bahwa dharma dan kehidupan itu mempunyai realitas.
c.       Lu, yaitu aliran yang mempertahankan tata tertib yang ketat bagi kehidupan Sangha, berdasarkan Vinaya Pitaka.
Ketiga aliran di at situ tidak berumur lama karena pada masa belakangan kalah dari aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana dan  Mazhab itu akhirnya mengalahkan sama sekali pengaruh mazhab Theravada dari bumi Cina.
Di dalam lingkungan mazhab Mahayana di Cina berkembang tujuh aliran terbesar, yaitu:
a.       Aliran San-lun
Sun-lun bermakna: tiga Sutra, aliran ini berdasrkan tiga karya yang disalin Kumarajiva kedalam bahasa Cina. Dua buah dari padanya adalah karya Nagarjuna dan muridnya Deva.
b.      Aliran Wei-shih
Wei-Shih bermakna: hanya kesadran. Aliran ini di India dikenal dengan Vijnanavada yang dibangun oleh Asanga.  Sebelum buah tangan Asanga disalin kedalam bahasa Cina agama ini dikenal dengan sebutan She-lun.
c.       Aliran Tien-tai
Aliran ini mendapat kedudukan penting dalm filsafat Cina. Dijepang aliran ini disebut degan aliran Nichiren.
d.      Aliran HUa-Yan
Hua-yen bermakna kalung bunga. Aliran ini berdasrkan Avatamsaka-Sutra sebuah karya dari India Utara, mengemukakan ajaran Shakyamuni dalam kedudukannya sebagai penjelmaan Budha Vairochana.
e.       Aliran Chan
Aliran Chan di India dikenal dengan sebutan Dyana dan di Jepang disebut Zen. Aliran Chan bersifat mistik.
f.       Aliran Ching-tu
Aliran ini biasa juga disebut Sukhavait, didasarkan pada  Sukhavait-Vyusha-Sutra.
g.      Aliran Chen-yen
Chen-yen bermakna kata yang benar, aliran ini berpendirian bahwa alam semesta itu berisikan tiga misteri, yaitu: pikiran, bicara, buatan. Tiga misteri itu menyimpan kodrat-kodrat yang bersifat magis.
Diantara ketujuh aliran tersebut hanya empat yang paling berpengaruh dan merupakan inti dari agama Budha di Cina. Keempat aliran itu adalah Tien-tai, dan Hua-yen, Chan dan Ching-tu. Dalam lingkungan agama Budha di Cina itu ada pameo berbunyi: “Tien-tai dan Hua-yen untuk doktrin, Chan dan Ching-tu untuk kebaktian”.[8]


Kemunduran Agama Budha Di Cina
Pada tahun 845 agama Budha di Cina mengalami cobaan berat. Kaisar Wu Zong yang berkuasa mengeluarkan perintah untuk menghabisi agama Budha dengan pertimbangan ekonomi. Lebih dari 4.600 vihara dan 40.000 biara di wilayah kerajaan dihancurkan, dan lebih dari 260.500 bhiksu-bhiksuni dipaksa kembali ke kehidupan rumah tangga sementara lebih dari 150.000 dipaksa menjadi pekerja kerajaan. Demikian pula tidak dapat dibayangkan banyaknya karya-karya sutra dan sastra yang ditulis selama 6 dinasti ikut terbakar dan hancur.[9]
Penutup
Ajaran agama budha mempunyai pengaruh yang kuat dalm kebudayaan Cina. Ajaran Mahayan membawa terhadap seni patung dan lukis di negeri ini. Agama Budha jugabmenambah perendaharaan bahsa Cina serta menambah wawasan pandangan/pemikiran bangsa Cina. Keberadaan ajaran Konghuchu dan Tao tidak cukup kuat untuk menahan cendekia-cendekia Cina untuk pergi ke India mempelajari pandanga-pandangan baru. Pada menjelang akhir abad ke-8 kebudayaan Cina berkembang kearah sebaliknya. Ketimpangan kehidupan kerajaan dan biara menjadi alas an bagi penguasa untuk mengesampingkan agama Budha dan mengembalikan pandangan asli yang berdasarkan ajaran Konghucha dan Tao. Beberapa waktu kemudian kedua ajaran Cina mengalami zaman kebangkitan kembali pada abad ke-10.
Agama Budha Di Korea
Pendahuluan
Negeri Korea mulai mengenal agama Bidah pada awal abad ke-4 M. pada masa itu semenanjung Korea terbagi dalam tiga wilayah, masing-masing Koguryu (di Utara), Pakche (barat daya), dan Silla (Tenggara). Sejarah agama Budha ditiga wilayah tersebut tidaklah sama.
Sejarah awal perkembangan agama Budha di Korea
Agama Budha untuk pertama kali dibawa ke Koguryu oleh seorang bhiksu bangsa Cina pada tahun 372. Dua belas tahun kemudian agama Budha baru tiba di Pakche dan diperkenalkan oleh bhiksu Marananda dari Asia Tengah. Sedangkan Silla adalah wilayah yang terakhir yang mengenal agama Budha, yakni sekitar 30 tahun setelah agama Budha diperkenalkna di Koguryu.
Peranan Korea dalam sejarah agama Budha terletak pada kedudukannya sebagai jembatan penyebrangan agama Budha dari Cina ke Jepang. Meskipun agama Budha disemenanjung Korea diterima oleh raja-raja setempat , namun sejarah tidak mencatat kemajuan dari ajaran agama Budha.[10]
Zaman keemasan agama Budha di korea terjadi pada masa pemerintahan dinasti Wang (abad ke-11). Sebelum itu agama Budha banyak terpengaruh oleh dinasti Silla dan banyak bhiksu-bhiksu yang belajar ke Cina.[11]
Kemunduran Agama Budha Di Korea
Ketika kekuasaan dinsti Wang atas semenanjung Korea diambil alih oleh dinasti yuan dari kmeaharajaan Mongol, maka agama Budha di korea banyak dipengaruhi oleh lamaisme (Tibet). Setelah dinasti Yuan dikalahkan oleh dinsti Rhee dari Choseen, Korea, maka dinasti ini menerima ajaran Konghuchu dan membenamkan agama Budha, meski terdapat pergantian penguasa di semenanjung Korea, agama Budha tetap bertahan kerana telah merakyat. Agama Budha di Korea pada zaman modern di Korea, sesungguhnya adalah agama Budha zen dengan tetap mempercayai Budha Amithaba dan Bhodisatwa Maitreya.
Kebangkitan Agama Budha di Korea
Dengan runtuhnya Dinasti Yi, Korea berada di bawah kendali Jepang. Orang Jepang yang datang ke Korea memperkenalkan bentuk mereka sendiri tentang Buddhisme, Dari periode ini dan seterusnya, ada kebangkitan agama Buddha di Korea. Banyak umat Buddha di Korea sejak itu aktif terlibat dalam mempromosikan kegiatan pendidikan dan misionaris. Mereka telah mendirikan universitas, mendirikan sekolah-sekolah di berbagai belahan Korea dan mendirikan kelompok dan organisasi pemuda awam. Teks Buddhis, asal dalam terjemahan bahasa China, sekarang sedang diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Korea modern. Biara-biara baru sedang dibangun dan yang lama diperbaiki. Hari ini, Buddhisme lagi memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat.[12]
Agama Budha di Thailand
agama Buddha masuk ke Thailand sekitar abad ke-3 S.M. ketika Raja Asoka mengirimkan dua orang Bhikku ke sana yang diterima oleh suku Mosn yang mendiami kota Burma dan Thailand. Sampai  abad ke-7 corak agama budha itu masih berkembang di Thailand yang dipengaruhi oleh aliran Theravada, kemudian pada abad ke-8 yang awalnya dari aliran Theravada menjadi aliran Mahayana, Terutama yang berasal dari kerajaan Sriwijaya, mulai kelihatan bersamaan dengan masuknya unsure-unsur agama Hindu di Thailand Timur.
Pada permulaan abad ke-13, terjadi penyebaran agama Buddha yang kedua kalinya, dimana perkembangan yang kedua ini masuk ke wilayah Burma,Thailand,Kamboja dan Tibet.[13]
Raja-raja Thailand itu menggunakan gelar “Rama” dan memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan agama Budha, lebih dari itu, hubungan antara raja dengan sangha juga sangat baik.Dimana Raja sebagai pengawas dan pelindung dari sangha.pada masa raja  Rama I, Kitab Tripitaka berhasil dituliskan pada daun palma. Ia mengumumkan kepada rakyat Thailand  agar membersihkan sangha dari anggota-anggota yang tidak berguna, memurnikan praktek kewiharaan dan meningkatkan studi dan meditasi, dirintisnya pula tradisi bagi raja-raja Thailand untuk menjadi anggota sangha beberapa lama sebelum menjadi raja Rama ke-IV, yang tersebut Mongkrut, terkenal dalam pembaharuan pemikiran keagamaan. Ia mengadakan reformasi dan penafsiran kembali ide-ide Buddha menurut pemikiran  Barat yang berkembang  pada waktu itu. Salah satu usaha pembaharuannya adalah membentuk aliran sangha yang dikenal dengan Dharmayutika yang menekankan bahwa ajaran agama Buddha tidak bertentangan  dengan ilmu pengetahuan modern. Sebagai mantan bhikku, ia berhasil meningkatkan kehidupan sangha telah kehilangan gairah dan membersihkannya dari unsur-unsur yang bertentangan dengan ideasli agama Buddha.[14]
Agama Budha di Jepang

Perkembangan awal agama Budha di Jepang
Agama Budha di Jepang diperkenalkan melalui Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di Korea pada tahun 522 dan oleh penguasa politik pada masa itu dimaksudkan  sebagai perlindungan bagi Negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Untuk memahami agama Budha di Jepang maka dikelompokan tiga periode:
1.               Periode kedatangan abad ke 6-7, mencakup periode asuka dan nara
2.               Peroide nasionalisasi abad 9-14, mencakup periode Heian dan Kamakura
3.               Periode lanjutan abad 15-20, mencakup periode Muromachi. Momoyama dan Edo serta jaman modern.
Pada periode kedatangan, manifestasi agama Budha adalah penyesuaian terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang yakni agama Shinto para bhiksu harus dapat melaksanakan upacara keagamaan bersama dengan upacara pemujaan nenek moyang. Secara bertahap agama Budha mampu bertahan dan berekmbang di antara rakyat banyak tanpa menyisihkan agama Shinto. Beberapa penguasa di jepang seperti pangeran shotoku dapat menerima agama Budha,  ia banyak berperan dalam agama Budha diantaranya mendirikana vihara Horyuji dan menulis banyak komentar tentang ketiga kitab agama Budha.
Dimasa kekuasaan dinasti Heian pada yahun (794-1185 M.) muncul usaha-usaha untuk memadukan kepercayaan dan tradisi Jepang  dengan agama Buddha, antaralain melalui ajaran Saicho dan kukai. Yang pertama, yaitu Saichoyang kemudian terkenal dengan sebutan Dengyo Daishi, mengajarkan bahwa sebenarnya dewa-dewa agama Buddha adalah sama dengan dewa-dewa dalam agama Shinto, yang disebut Kammi, sementara Kukai, yang selanjutnya terkenal dengan sebutan Kobo Daishi, yang mengajarkan bahwa dewa tertinngi dalam agama Shinto adalah sama dengan dewa tertinngi dalam agama Buddha sehinnga tidak ada perbedaan antara pemujaan terhadap Buddha dengan pemujaan terhadap agama Shinto.[15]
Terdapat beberapa aliran di jepang diantaranya:
Aliran Zen
Aliran Ch’an atau Zen masuk ke Jepang kira-kira tahun 1200, ada yang mengatakan kira-kira abad ke-6 M. aliran ini mempunyai jalur asal muasal dari ajaran Boddhidarma di Cina, Aliran ini terbagi menjadi dua golongan besar yaitu: Soto Zen, dengan tokohnya yang bernama Dogen( (19 January 1200 - 22 September 1253) yang merupakan seorang guru Zen termasyur di Jepang. Tokoh ini pernah lama belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China.[16]
Aliran amida
Aliran ini (Amida atau Tanah Suci) mengengemukakan suatu ajaran keselamatan yang dalam istilah-istilah sederna, yaitu: percaya kepada Buddha secara mutlak. dan dengan menyebut Amida orang akan memperoleh keselamatan. Aliran ini mendapat banyak pengikut di kalanagan petani dan menjadi agama messianic pada saat terjadi kemelut social.Dan objek pemujaan aliran ini adalah patung Amida Buddha, yang dilengkapi dengan patung bodhisatwa Kwan On yang melambangkan kemurahan dan pating Daiseishi sebagai lambing lambing kebijaksanaan.[17]
Aliran Nichiren Sozu
Sekte ini lahir di Jepang oleh pendirinya Nichiren Sozu Daishonin pada tahun (1222-1282) yang asal mulanya dari sekte Tendai (Jep.)(T’ien-t’ai). Beliau anak dari keluarga nelayan yang miskin, tinggal di desa kecil yang bernama Kominato, Tojo daerah Nagasa propinsi Awa (prefecture Chiba Modern), Ia dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222. Dia menjadi murid Dozenbo (12 mei 1233) di kuil koyosu-mi-dera yang terletak di atas Gunung Kiyosumi.
Ajarannya Nichiren Sozu ini bertujuan mengembalikan agama Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat Jepang, dan menolak  ritualisme dan simentalisme aliran Tanah Suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif.
Selain ketiga aliran besar di atas, pada abad ke-14 muncul aliran keagamaan yang bercorak Shinto yang di padukan dengan agama Buddha dan Konfusianisme dengan nama Yosidha Shinto. Menurut aliran ini, agama Buddha dapat di anggap sebagai bunga dan buah dari semua dharma di ala mini, Konfusianisme sebagai cabang rantingnya, dan agama Shinto sebagai akar dan batangnya.[18]







Daftar Pustaka
Ebook Buddhism  in east Asia
“MATERI KULIAH SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA BUDHA”. CV. Dewi Kayana Abadi- Jakarta. 2003.
Mukt, Ali Agama-agama di dunia, (Yogyakarta :IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
Suwarto, Buddha Darma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995)





[1] “Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Budha” (CV. Dewi Kayana Abadi- Jakarta-2003) h.18
[2] Ibid 29
[3] 34-35
[4] Mr.zhao Pu Chu “Tanya Jawab Mengenai Agama Budha” (pustaka kayanika ke-124- maret-2007) h. 146-147
[5] “Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Budha” (CV. Dewi Kayana Abadi- Jakarta-2003) h. 70
[6] Ibid 71
[7] Ibid 74
[8] Ibid 75-84
[9] Ibid 85
[10] ”materi kuliah perekembangan sejarah agama Budha” (CV. Dewi Kayana Abadi- Jakarta- 2003) h. 105
[11] Ibid 105-106
[12]Ebook Buddhism  in east Asia
[13] Mukti Ali, Agama di dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Prres, 1988), h.139-140
[14] Mukti Ali ibid 140
[15] Mukti  Ali, Agama di dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h.142
[16] Suwarto, Buddha Darma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), h.520
[17] Suwarto ibid 520
[18] Ali Mukti, Agama-agama di dunia, (Yogyakarta :IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h140-142

1 komentar:

Anonim mengatakan...

How to get a free no deposit casino site - ChoEgoCasino
As a sign up bonus you get 메리트카지노 a free £20 free no deposit, plus a £20 free no deposit 바카라사이트 match. This is one of the 카지노사이트 few sites that let you play casino games without any

Posting Komentar