MAHAYANA DAN HINAYANA
Dosen Pembimbing : Hj.Siti Nadroh, M.Ag
Di susun oleh :
Agus Rizky Nurhuda
( 1111032100060 )
Pendahuluan
Di
dalam setiap agama pasti memiliki berbagai macam teka-teki keagamaan yang di
anggap sangat mencolok, sebagai mana agama adalah pedoman bagi manusia untuk
mejalani kehidupan sesuai kodrati manusia, karena dengan agama manusia akan
memiliki pandangan yang tepat untuk kemana dia hidup dan bagaimana dia hidup
Aliran-aliran
di dalam agama atau juga sering di sebut sekte bagi masing-masing orang adalah
sesuatu yang lumrah karena apa karena agama adalah pandangan dan pandangan
tidak selalu sama antara satu dengan yang lainnya di sini akan sedikit kita
bahas mengenai sekte atau aliran-aliran di dalam agama
Saya
akan mecoba memberikan sedikit informasi tentang alirang di dalam agama Budha
yang akan saya angkat dalam makalah ini adalah tentang aliran HINAYANA DAN
HANAYANA untuk lebih jelas kami akan
bahas secara detail mengenai aliran tersebut
PEMBAHASAN
Aliran – Aliran Agama Budha
Dari awal mulai muncul nya keingin sang budha
suci untuk berusaha menyebarkan ajaran agama budha yang dimana di mulai oleh
tokoh yang sangat berpengaruh yaitu Maha Kassapa di sinilah mulai terbentuklah
Sanghayana I yang di mana berkeinginan untuk agar melestarikan dan
mengembangkan ajaran Buddha dengan cara mengulang kembari kembali ajaran-ajaran
Buddha kuno melalui bhikkhu Ananda dan Bhikkhu Upali yang dimana mengajarkan
kembali ajaran Dhamma dan Vinaya.
Dan seterusnya yang dimana agar melestarikan
Dhamma dan Vinaya seperti yang dilakukan Sanghayana-Sanghayana yang lain.
Disinilah Pada Sanghayana ke dua terdapat permasalahan – permasalahan dimana
para bhikkhu dari suku Vajji mengajukan beberapa point inti peraturan yang satu
sama lainya berbeda sekali dengan apa yang telah ada pada saat itu. Dan dimana
Menurut cullavagga hal ini terus dan menerus berlanjut menjadi konflik di dalam
para pemuka agama budha yang akhirnya memuculkan gerakan-gerakan baru di dalam agama budha itu
sendiri seperti gerakan Mahayana yang dimana pada saat itu sangat bersifat
konservatif yang mungkin sekaran bias disebut juga hinayana. Tetapi menurut Mahavagga
sendiri setelah terjadinya perdebatan pada saat itu permasalahan tersebut sudah
selesai dan masing-masing pihak saling menerima
Dan mulai dari sini lah sampai sekaran gerakan yang
sekarang sudah berubah menjadi aliran itu berkembang sesuai seiring berjalananya
massa dan walaupun mereka sendiri itu terpecah atau terkotak menjadi beberapa
golongan mereka tetap memiliki ajaran-ajaran yang satu sama lainya sama
walaupun tidak menyeluruh karena mereka berdua itu terbentuk dan tercipta dari
satu sumber yang sama tetapi mereka sendiri memiliki perbedaan-perbedaan yang
mencolok ini di karenakan mereka sendiri terbentuk dari prinsip-prinsip yang
satu sama lain berbeda adanya
A.
Aliran Hanayana
Sebelum muncul aliran Mahayana
dan Hinayana, agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan
golongan Mahasangghika. yang mana masing-masing meliputi berbagai aliran
yang berdekatan. Pecahnya aliran ini di karenakan adanya perbedaan faham dan
tafsiran antara kedua golongan tersebut, Mahayana merupakan Aliran Buddha yang
memperkenalkan unsur mistik dan kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana
yang utuh dan para Penganut aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa
ajaran mereka lebih meluas, superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi
dari pada Hinayan. Doktrin terbaru menempatkan Buddha sebagai pusat dan
pencipta ajaran Buddha dengan pemahaman yang lebih meluas terhadap Buddha,
Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska( abad
peretengahan tarikh masehi) dari Agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu
golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika keluarga
Kusana suku bangsa caka yang memerintah di daerah Punjab. Dibawah pimpinannya
telah dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi yang berkumpul hanyalah mereka
dari golongan Mahasangghika, Perbedaan antara golongan golongan Sthawirawada
dan golongan Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga masing-masing
telah menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri pula.Dalam abad
ke-2 Masehi tampillah Nagarjuna yang berhasil membulatkan aliran-aliran
Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai nama Mahayana
sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka sebut Hinayana.
_________________________
Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta: Kanisius Su’ud, Abu. 2006. Asia
Selatan. Semarang
Theravada - Mahayana Buddhism - Ven. Dr. W. Rahul
Mahayana terdiri dari dua
kata yakni maha (besar) dan yana (kendaraan), jadi secara etimologis
berarti kendaraan besar. Ide maha merujuk pada tujuan religius seorang buddhis
yaitu menjadi Bodhisatva Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: , mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan
Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang
Buddha. Mahayana, yang dilahirkan
di India. Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat
Budha hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang
telah mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut
Sutra
Teratai
merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau
nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai
telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin
umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti
penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang
lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok,
profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan
legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi, Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran
utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha
aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka
terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi
dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.karena
Mereka sendiri mempercayai mereka akan
lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan
khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke
tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada
lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang
memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah
mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah
yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya, Menurut Buddha
Gautama ,
kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia
kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan
konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva
(makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan
Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu).
B.
Aliran Hinayana
kata Hinayana. Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa
Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal
dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang
masuk akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari
bagaimana kata hinayana di gunakan dalam kitab pali dan di dalam bahasa
sansekerta
Kata
hiinayaana berasal dari 2 kata, yaitu ”hiina” dan ”yana”. Kata ”yana” berarti
kendaraan, tidak ada yang berselisih paham mengenai kata ini. Sedangkan
beberapa orang mengatakan kata ”hiina” adalah lawan dari kata ”maha”. Padahal
bila kita menengok bahasa Sanskerta maupun bahasa Pali, lawan kata dari kata
”maha” yang berarti besar bukanlah ”hiina” tetapi kata ”cuula” yang berarti
”kecil”. Lalu apakah arti kata ”hiina”? Kata ”hiina” sendiri berarti rendah,
buruk, amoral. Hal ini dapat dibuktikan dengan kata ”hina” dalam kosakata
Indonesia yang sedikit banyak di pengaruhi bahasa-bahasa sansekerta dan Selain
itu, di dalam kitab Pali,
_________________
Conze Edward.2011 .Buddhism – A Short
History - Sejarah Singkat Agama Buddha.Karinaya
Lane Beatrice .2009 Suzuki.Budha Mahayan.Karinaya
dimana setiap Buddhis
tentu tahu kotbah pertama Sang Buddha yaitu Dhammacakkappavattana Sutta, sebuah kotbah yang
disampaikan kepada lima petapa yang menjadi lima bhikkhu pertama, di dalamnya
terdapat kata ”hiina”. Sang Buddha bersabda: ”Dua pinggiran yang ekstrim, O para bhikkhu, yang harus dihindari oleh
seseorang bhikkhu (yang meninggalkan keduniawian). Pinggiran ekstrim pertama
ialah mengumbar napsu-napsu, kemewahan, hal yang rendah (hiina), kasar, vulgar,
tidak mulia, berbahaya...”
Mengingat
bahwa sutta memiliki gaya yang sering mengunakan kata-kata yang bersinonim,
sehingga saling menguatkan dan menjelaskan satu sama yang lain, maka
dalam hal ini dapat dilihat bahwa,
kasar, vulgar, tidak mulia, berbahaya adalah sebagai definisi
pelengkap dari kata ”hiina”.Di sini Sang Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa
jalan yang harus dihindari untuk dilatih merupakan sesuatu yang hiina.Dalam
teks Pali dan komentar lainnya, hiina
sering digunakan dalam kombinasi kata hiina-majjhima-pa.niita, yaitu : buruk – menengah – baik.
Dalam konteks hiina-
majjhima-pa.niita (atau kadang hanya hiina- pa.niita), kata ”hiina” selalu digunakan sebagai
suatu istilah untuk kualitas yang dihindari seperti kebencian, keserakahan, dan
kegelapan batin. Hal ini jelas bahwa kata ”hiina” berarti ”rendah, yang harus
dihindari, tercela”, dan bukannya ”kecil” atau ”kurang”.Sekarang dalam teks
Sanskerta. Dalam Lalitavistara
kita dapat menemukan versi Dhammacakkappavattana
Sutta, dimana kata ”hiina”
digunakan tepat seperti kutipan dalam sutta versi Pali.Dalam Mahayanasutralankara karya
Asanga, yang mewakili seluruh teks Mahayana, kita menemukan sesuatu yang
menarik bagi pertanyaan kita. Asanga mengatakan: ”Ada tiga kelompok manusia: hiina-madhyama-vishishta…(buruk-menengah-terbaik).”
Ungkapan ini sesuai dengan teks Pali: hiina-majjhima-pa.niita, dan
ini menunjukkan bahwa umat Mahayana yang menggunakan istilah ”hinayana”, melihat ”hiina” sebagai istilah
penjelekkan (penghinaan)
____________________
Conze Edward.2011 .Buddhism – A Short
History - Sejarah Singkat Agama Buddha.Karinaya
Teks
yang sangat menarik yaitu edisi dari Catushparishatsutra dimana teks
tersebut di tampilkan dalam 4 kolom sejajar: terjemahan Sanskerta, Pali
(Mahavagga), Tibet dan Jerman yang berasal dari versi bahasa China. Di
ini, kembali, kita menemukan Dhammacakkappavattana
Sutta. Kita telah melihat terjemahannya dalam bahasa Sankerta dan
Pali. Versi Jerman dari bahasa China mengatakan: “Erstens: Gefallen zu finden an und anzunehmen die niedrigen und üblen
Sitten der gewöhnliche Personen ..." Sedikit kurang jelas
apakah kata "niedrigen" (hina) atau "üblen" (jahat,
buruk) berhubungan dengan ”hiina”. Tapi pada akhirnya, jelas bahwa konotasi
yang sangat negatif dari kata ”hiina” Dalam kolom terjemahan bahasa Tibet, kita
menemukan kata Tibet "dman-pa" berhubungan dengan kata ”hiina” dalam
bahasa Sanskerta, sesuai dengan kutipan Jé Gampopa di atas. Dan di ini kita
memiliki penyebab dari kerancuan dan kesalahpahaman kemudian atas istilah
hiiinayana. Mari kita lihat kamus bahasa Tibet-Inggris tentang
"dman-pa": Kamus Sarat Chandra Das mengatakan : ” dman-pa: sedikit
(low) mengacu pada kuantitas atau kualitas, kecil (little)”. Kamus Jäschke
bahkan lebih menjelaskan: “"dman-pa": 1. sedikit (low), mengacu
pada kuantitas, kecil (little). 2. mengacu pada kualitas: acuh tak
acuh(indifferent),
Berdasarkan
hal itu nampaknya kata hiina dalam bahasa Sanskerta, tanpa diragukan lagi
berarti ”kualitas rendah/buruk” yang diterjemahkan dalam bahasa Tibet sebagai
”dman-pa” memiliki dua arti yaitu ”kualitas rendah” dan ”kuantitas sedikit”.
Dan petikan dari Jé Gampopa di atas nampaknya mengindikasikan bahwa banyak
orang Tibet untuk selanjutnya membaca pada arti yang terakhir dari kedua arti
tersebut sebagai ”kapasitas sedikit”, ”kapasitas kecil”, jadi artinya mengalami
distorsi dari ”kualitas rendah/buruk” menjadi ”kuantitas sedikit ”.Dengan
demikian kita melihat bahwa kerancuan timbul dari fakta bahwa kata ”dman-pa”
memiliki dua arti dalam bahasa Tibet. Hinayana – semula berarti ”kendaraan
kualitas buruk.” – yang kemudian memiliki arti baru ”kendaraan kapasitas
rendah”. Tapi hal ini berasal dari cara yang salah. Tentu adalah sebuah
kesalahan menerapkan suatu arti dalam bahasa Tibet yang baru ke dalam
bahasa Sanskerta/Pali, dan mengatakan, ”Inilah arti dari Hinayana, karena
inilah bagaimana para Guru di Tibet menjelaskannya.” Apa yang para Guru Tibet
jelaskan adalah kata ”dman-pa” dalam bahasa Tibet, bukan kata hiina dalam
bahasa Sanskerta. Oleh karena itu jelas sudah bahwa seseorang tidak dapat
menyatakan bahwa Hinayana memiliki pengertian yang ”lembut” seperti yang
diberikan oleh tradisi Tibet melalui kata ”dman-pa”. Hinayana bukanlah bahasa
Tibet, tetapi Sanskerta/Pali, dan memiliki arti yang kasar, arti yang bersifat
menghina yang tidak dapat dirubah oleh usaha perlunakkan apapun.
Di mulai pada Sidang Agung Sangha ke-2 dimana
Buddhisme terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan
beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok yang mempertahankan
Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan
dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang
mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.Sidang Agung Sangha ke-3 (abad ke-3
SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan
untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang
menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari
aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini
di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja
Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang
dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai
Theravada. Setelah Sidang Agung Sangha ke-3, Buddhisme terdiri dari 18 aliran
____________________
Theravada - Mahayana Buddhism - Ven. Dr. W. Rahul
Two Main Schools of Buddhism – Ven. K
Lane
Beatrice .2009 Suzuki.Budha Mahayan.Karinaya
yaitu:
(1)
Thera-vadino,
(2) Vajjiputtaka, (3) Mahigsasaka, (4) Dhammuttarika, (5) Bhaddayanika, (6)
Channagarika, (7) Sammitiya, (8) Sabbatthivada, (9) Dhammaguttika, (10)
Kassapika, (11) Sankantika, (12) Suttavada, (13) Mahasamghika, (14) Gokulika,
(15) Ekabyoharika, (16) Bahulika, (17) Pannatti-vada, (18) Cetiya-vada.
Banyak hal-hal yang terjadi
pada masa itu di India Pusat. Di antaranya adanya beberapa kelompok bhikkhu
yang menjalankan Buddha Dhamma secara ekstrim dengan hanya mementingkan
intelektual semata dan lupa dengan hal yang utama yaitu praktek dan pengamalan.
Kemudian kelompok lain yang memegang prinsip pengamalan mulai melakukan kritik
dan menerapkan konsep bodhisatta, namun mereka pun menjadi ekstrim sehingga
menciptakan figur-figur bodhisatta.
Akhirnya antara abad ke-1 SM
sampai abad ke-1 M, muncullah Saddharma Pundarika Sutra dengan istilah
Hinayana dan Mahayana. Dan sekitar abad ke-2 M, aliran Mahayana menjadi nyata
dan utuh setelah Nagajurna mengembangkan filsafat Sunyata dalam teks kecil
yaitu Madhyamika-karika. Abad ke- 4 M , Asanga dan Vasubandhu menulis banyak
karya mengenai Mahayana.Dari sejarah yang telah di sampaikan di atas, tidak ada
aliran yang bernama Hinayana pada 18 aliran Buddhsime terdahulu. Lalu siapa
yang dimaksud dengan Hinayana dalam Sutra Teratai ? Apakah Theravada ? Tidak,
ketika Mahayana muncul dengan Sutra Teratainya, Theravada yang dulunya bernama
Sthaviravada telah ”hijrah” atau ”beremigrasi” ke Sri Lanka dan ketika
perdebatan Mahayana-Hinayana terjadi, sukar untuk menghitung aliran mana yang
mendominasi di India Pusat. Aliran tua yang sangat berpengaruhi saat itu adalah
Sarvastivada, jadi mungkin saja aliran ini, tapi sukar dikatakan jika hanya
aliran ini saja yang merupakan target satu-satunya dari ejekan ”Hinayana”.
Sekarang Sarvastivada dan
aliran-aliran Buddhisme lain di India Pusat yang ada pada saat itu sudah lama
mati, kecuali Theravada. Tidak bisa dipastikan siapa sebenarnya Hinayana itu.
Hinayana itu tidak ada. Hinayana hanyalah sebuah mitos. Istilah Hinayana yang
berkonotasi negatif ini hanya bisa dipastikan sebagai suatu kritikan bahkan
ejekan untuk aliran terdahulu yang masih ada pada waktu itu yang melakukan hal
yang tidak sesuai Dhamma dan Vinaya seperti misalnya hanya mementingkan
intelektual semata dan lupa dengan hal yang utama yaitu praktek dan pengamalan.
Istilah ”Hinayana” tidak lain juga merupakan bentuk defensive kelompok Mahayana
terhadap kritikan dari aliran lama yang mengkritik umat Mahayana, khususnya
mengenai penciptaan sutra-sutra baru dan ”penempaan” sabda-sabda Sang Buddha.
Demikianlah mengapa istilah Hinayana mendapat sebutan ”miring” sebagai aliran
yang mementingkan pribadi. Dan istilah ”Hinayana” ini terus berlangsung dan
dipegang oleh beberapa umat Mahayana dan Vajrayana untuk menamai aliran/sekte
di luar Mahayana dan Vajrayana. Pada tahun 1950, World Fellowship of Buddhists
dalam World Council di Colombo telah menyepakati bersama bahwa istilah Hinayana
harus disingkirkan dari penamaan terhadap aliran lain. Dan sangat disayangkan jika
dewasa ini masih ada yang memegang mitos ini sampai sekarang.
____________________
Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang
Stokes, Gillian. 2000. Seri Siapa Dia “Buddha”.
Jakarta:Erlangga
Perbedaan dan persamaan
Perbedaan lain antara
Mahayana dan Hinayana adalah sebagai berikut:
1. Dalam
memandang kenyataan dunia hinayana menggunakan realisme psikologis, sedangkan
Mahayana adalah idealis, implikasinya hinayana memandang penderitaan di dunia
ini adalah sebuah kesunyataan sedang Mahayana menganggap hal ini sebagai sebuah
ilusi.
2. Hinayana
menolak adanya keberadaan yang sejati di dalam fenomena dan menolak
pernyataan-pernyataan metafisika, Mahayana mnegajarkan Kemutlakan yang abadi
(eternal absolute).
3. Mahayana
menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasi dari proyeksi
yang absolut, sedangkan dalam Theravada/Hinayana beliau dianggap sebagai
manusia normal yang mempunyai kekuatan lebih. Mahayana memandang Buddha adalah
transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi dalam Hinayana Buddha dipuja
layaknya seorang guru yang membimbing ke kesucian tidak dilebih-lebihkan.
4. Nibbana
hanya dapat dicapai oleh usaha sendiri. Mahayana percaya bahwa nibbana dapat
tercapai melalui bantuan orang luar.
5. Menurut
Mahayana jasa dapat ditransfer (punya parinamana) kepada orang lain, sedang
hinayana tidak menyetujuinya hanya dapat menginspirasi mahkluk lain (punya
anumodana).
6. Menurut
Hinayana Nibbana adalah tujuan tertinggi dari seseorang sedangkan Mahayana
memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus dilalui
sebelum mencapai Kebuddhaan.
7. Nibbana
adalah kebebasan terakhir dari penderitaan sedang dalam Mahayana hal ini
dimengerti sebagai kesadaran akan sesuatu yang absolut. Menurut Mahayana
seseorang sudah mempunyai kehidupan kebudhaan dan secara sungguh-sungguh
menyadari akan hal ini.
8. Hinayana
bersifat rasionalistik sedangkan Mahayana bersifat ghaib. Misalnya dalam
memandang mantra Mahayana mengakui adanya hal mistis dalam mantra-mantra tetapi
hinayana memandang bahwa hal itu didukung oleh banyak factor misal keyakinan,
kamma, dan kebersihan bathin sehingga mantra atau paritta akan mempunyai sifat
mistik.
9. Dalam hal
bodhisatva Mahayana mengakui bahwa Bodhisatva telah mencapai penerangan
sempurna seperti Avalokitesvara Bodhisatva, dalam Hinayana Bodhisatva adalah
mahkluk calon Buddha yang masih menyempurnakan paramita untuk meraih penerangan
sempurna.
10. Dalam
Hinayana mahkluk suci ada empat macam tingkatan yaitu Sottapana, Sakadagami,
Anagami, Arahat. Dalam Mahayana mahkluk suci selain empat tersebut yakni
Srotapana, Sakadagamin, Anagamin, Arhat juga terdapat sepuluh tingkat kesucian
yaitu Dasabhumi yaitu Pramudita, Vimala, prabhakari, Archismati, Sudurjaya,
Abhimukti, Durangama, Acala, Sadhumati, Dharmamegha.
11. Do`a dan
ritual dalam Mahayana menjadi aspek yang dipentingkan karena dapat membimbing
kepada pencerahan. Berbeda dengan Hinayana yang tidak terlalu mementingkan do`a
dan ritual bahkan melekat pada ritual dan do1a akan terjerumus dalam
penderitaan (Silabataparamamsa)
12. Pencapaian
kesucian dalam Hinayana adalah dengan melenyapkan rintangan kekotoran bathin
(Kilesaavarana) sedangkan dalam Mahayana pencapaian kesucian adalah dengan
melenyapkan rintangan kekotoran bathin (Klesavarana) dan rintangan pengetahuan
(Jneyaavarana)
13. Paramita
(kesempurnaan) untuk mencapai sammasambuddha dalam Hinayana berjumlah sepuluh
(dasa paramita) yaitu Dana, Sila, Nekhama, Panna, Viriya, Khanti, Sacca,
Adhithana, Metta, Upekha. Dalam Mahayana paramita yang ditekankan adalah enam
paramita (Sad Paramita) yaitu Dana, Cila, Ksanti, Virya, Dhyana, Prajna.
Kadang-kadang menjadi dasa paramita ditambah dengan Upaya-Kausalya, Pranidhana,
Bala, Jnana. Penekanan pelaksanaan paramita Mahayana berdasarkan atas Karuna
dan Prajna.
14. Kilesa
menurut Hinayana ada sepuluh yaitu Lobha, Dosa, Mana, Dithi, Vicchikicha,
Thinamidha, uddhacca, Ahirika, dan Anotappa. Menurut Mahayana ada enam yaitu
Raga, Pratigha, Mana, Avidya, Kudrasti, Vicikitsa.
____________________
Conze Edward.2011 .Buddhism – A Short
History - Sejarah Singkat Agama Buddha.Karinaya
Lane Beatrice .2009 Suzuki.Budha Mahayan.Karinaya
Persamaan yang mencolok
di antara ajaran itu adalah sebagai berikut :
1. Mengakui Buddha Sakyamuni
sebagai guru agung yang telah tercerahkan.
2. Bersumber pada kitab Suci
Tipitaka (Pali=Hinayana) atau Tripitaka (Sanskrit=Mahayana).
3. Mengakui bahwa keberadaan
suatu individu adalah penderitaan dan menginginkan terbebas dari penderitaan ini.
4. Kebebasan hanya tercapai
jika telah melenyapkan Lobha/raga, dosa/dvesa dan Moha.
5. Mengakui hukum karma/kamma
yaitu hukum perbuatan siapa yang berbuat dia yang akan menerima buah akibatnya. Percaya
pada kelahiran kembali yang sangat dekat dengan hokum karma yaitu ia
yang berbuat baik akan terlahir di alam yang bahagia demikian sebaliknya.
6. Mengakui adanya hukum
sebab-musabab yang saling bergantungnan
7. Mengakui Empat Kesunyataan
Mulia sebagai doktrin Buddha yang benar dan mulia.
8. Mengakui anicca/ksanika, dukkha/santana, dan
anatta/anatmakam.
9. Mengakui 37
Bodhipaksyadhamma/Bodhipakiyadhamma
10. Mengakui bahwa dunia ini
tiada permulaan atau awal begitu pula akhirnya.
____________________
the Myth of Hinayana - Kare A. Lie
Theravada -
Mahayana Buddhism - Ven. Dr. W. Rahul
Kesimpulan
Mahayana dan Hinayana agama
Buddha terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika. Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah
Kaniska ingin menyatukan Buddha dengan dilangsungkanya Muktamar di Jalandara,
tetapi yang berkumpul hanyalah mereka dari golongan Mahasangghika. Dengan tidak
datangnya golongan Sthawiwarada memperlihatkan Perbedaan antara golongan
golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar,
sehingga masing-masing telah menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan
sendiri pula. aliran Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang
memakai nama Mahayana sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang
mereka sebut Hinayana.
Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha hanya dapat
mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang telah mendahului
mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut. Sedangkan
Hinayana, bagi aliran Hinayana beranggapan bahwa keberhasilan umat Buddha dalam
mencapai nirwana hanya dengan usaha sendiri, tanpa bantuan dari pihak luar
manapun. Dalam pelaksanaan antara Mahayana dan Hinayana terdapat persamaan dan
perbedaan. Persamaannya yaitu mengakui bahwa Buddha adalah tuhan mereka dan
Bersumber pada kitab Suci Tipitaka. Sedangkan perbedaannya 1. Keanggautaan
Sanggha; 2. Cita-cita dan tujuan terakhir; 3. pantheon (masyarakat dewa).
DAFTAR PUSTAKA
1. Conze Edward.2011 .Buddhism
– A Short History - Sejarah Singkat Agama Buddha.Karinaya
2. Lane
Beatrice .2009 Suzuki.Budha Mahayan.Karinaya
3. Stokes,
Gillian. 2000. Seri Siapa Dia “Buddha”. Jakarta:Erlangga
4. Soekmono,
R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius Su’ud,
Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang
5. The Myth of Hinayana - Kare A. Lie
6. Theravada - Mahayana Buddhism - Ven. Dr. W. Rahul
7. Two Main Schools of Buddhism – Ven. K
0 komentar:
Posting Komentar